Search This Blog

15.10.10

Cinta Tidak Menyadari Kedalamanya Sampai Ada Saat Perpisahan

Aku menangis tersedu-sedu hatiku pilu, jiwaku remuk, kenapa ketika aku sedang merasakan cinta yang membara pada kekasihku ia telah tiada, ketika aku ingin menebus semua dosa yang kuperbuat padanya ia telah meninggalkan aku. Ketika cintaku padanya sedang membuncah-buncah, rinduku padanya menggelegak-gelegek. Dan aku ingin memuliahkannya sepanjang hayatku. Aku sudah terlambat. Dia telah tiada. Dia telah meninggalkan aku untuk selamanya tanpa memberikan kesempatan padaku untuk sekedar minta maaf dan tersenyum padanya. Tuhan telah menghukumku dengan penyesalan dan rasa bersalah tiada terkira.

Kini aku hanya bisa mengingat-ngingat kesalahan menyia-nyiakan perempuan yang selalu menyayangiku dengan tulus penuh perhatian dan selalu menungguiku ketika aku harus pergi kerja keluar kota, ketika aku datang dengan senyum yang manis ia menyambutku, keteduhan matanya, senyum manisnya, tutur katanya, belaian lembut tanganya yang seolah-olah tak akan pernah lelah tuk terus mengharapkan senyum diwajahku. Tapi inilah kebodohanku semua kubalas dengan sikap dinginku tak kala bertemu dengan dia. Aku menganggap pertunangan yg terjadi denganya hanyalah untuk menyenangkan kedua orang tuaku, aku tidak ingin mengecewakanya walaupun sebenarnya hatiku berontak. Tapi setelah dia pergi meninggalkanku untuk selamanya hatiku perih tiada terkira, aku ingin dia kembali.

Selalu saja teringat, saat-saat dimana hatiku menyadari bahwa dia begitu penting bagiku. Saat itu terasa air mataku mengalir, dadaku sesak oleh rasa haru yang luar biasa. Tanngisku meledak. Dalam isak tangisku semua kebaikan Mariana selama ini terbayang. Wajahnya yang teduh, pengorbannya dan kesetiannya tiada putusnya, suaranya yang lembut ketika menangis di pundakku. Semua terbayang mengalirkan perasaan dan cinta. Seketika itu aku yang berada di luar kota segera saja kukejar waktu untuk membagi cintaku pada kekasihku, membagi rinduku yang tiba-tiba memenhi rongga dada. Air mataku berderai-derai kukebut kendaraanku kupacu kencang diiringi derai air mataku yang tiada henti menetes di jalanan. Aku tak peduli. Aku ingin segera sampai dan meluapkan semua rasa cinta ini padanya. Padanya yang berhati mulia. Nyaris tangisku meledak. Kutahankan dengan mengambil nafas panjang dan mengusap air mata. Melihat kedatanganku ibu calon mertuaku serta merta memelukku dan menangis tersedu-sedu sambil membisikkan di telingaku bahwa mariana telah meninggal. Hatiku bergetar hebat. Akupun menangis tanpa henti, tanpa bisa menahan laju air mata yang selalu membasahi jari tanganku yang mengusap-ngusap air mataku sambil memangil- manggil nama mariana yang 19 hari lagi akan jd istriku,aku jd seperti orang gila. Hatiku remuk aku tak kuat menahan rasa cinta, haru, rindu, dan penyesalan yang luar biasa, sukmaku menjerit-jerit, mengiba-iba.
Dunia tiba-tiba gelap semua...

14.10.10

Permaisuri

Jika malam sunyi
jangan biarkan bani insan tenggelam dalam mimpi
bila ini sampai terjadi
biarkan yang malang ini pergi untuk membasuh diri

Jika lemah lututku berdiri
sandarkan tangisku dipundak untuk pengobat hati
jika engkau tak jua mendekati
biarkan yang lemah dan hina ini bersimpuh di bawah duli permaisuri