Search This Blog

12.2.11

Jangan Bilang Aku GILA


Aku hanya termenung sendiri aku tidak mengerti kenapa suara-suara itu selalu muncul di telingaku mereka selalu mengganggu dan tak pernah lelah untuk selalu mempengaruhiku . ya sejak itu, malam itu saat aku berumur 15 tahun ,suara-suara itu datang tanpa peringatan. Bunuh dirimu…bakar dirimu…kata mereka. Aku membalikkan badan, mengira bahwa aku mendapat mimpi buruk, tetapi aku tidak sedang tidur dan suara-suara itu bernada rendah dan mendesak, mengejek dan menertawakan –terus berbicara kepadaku. Gantung dirimu, kata mereka. Dunia akan menjadi lebik baik.Tidak ada hal baik padamu. Tidak ada kebaikan sama sekali.

Ketakutan aku turun dari tempat tidur dan keluar kamar, bulan purnama menerangi jalanku. Tetapi suara-suara itu tidak bisa dibungkam. Mereka terus membuntutiku. Seharusnya kamu mati, gumam salah satunya. Seharusnya kamu tidak pernah dilahirkan, jarit yang lain, mereka sedang berbicara padaku…seseorang atau sesuatu menginginkan aku mati , siapa yang berbicara itu? Apa yang sedang terjadi? Aku memutar pegangan pintu kamar tidur orang tuaku, mencari tempat yang aman, tetapi ibu dan ayahku sedang tidur pulas dan aku takut membangunkan mereka. Aku tahu mereka bekerja besok pagi dan meskipun aku membangunkan mereka,apa yang akan kukatakan? Suara-suara itu memberikan jawaban. Langsung pergilah menemui ayahmu, kata mereka katakan padanya bahwa kamu takut gelap dan kemudian ceritakanlah tentang kami ; itu hanya akan membenarkan hal yang telah diketahuinya bahwa kamu berbeda, kamu mengecewakan.
Ayah menginginkan anak laki-laki yang suka main sepakbola; sedangkan aku suka membaca buku, sejak bisa berjalan aku sudah diperkenalkan dengan bola sepak yang dipegangkan ke tanganku oleh ayah. Aku masih ingat aku kencing di celana ketika ayah mendaftarkan aku ikut sekolah sepakbola.Supaya aku tidak harus ikut latihan, tetapi ayah memaksaku masuk lapangan dengan seragam basah. Selama- bertahun-tahun dengan cara yang kasar maupun halus, dia menunjukkan dengan jelas kepadaku bahwa aku telah membuatnya kecewa. Dia tidak akan mempercayaimu. Suara-suara itu benar; dia bukan orang yang dapat kupercayai sebagai tempat mengadu bahwa aku mendengar suara-suara itu.

Aku berjalan menuju kamar tidur nenekku ibu dari ibuku, adalah sahabatku,aku bisa menceritakan apa saja kepadanya dan dia tetap menyayangiku. Ketika aku memutar gagang pintu kamarnya suara-suara di kepalaku terdengar semakin nyaring dan keras sampai aku merasa tenggelam dalam keributan itu. Mati , mati, mati mati, kamu tidak berharga, tidak berguna,sekarang jangan nanti, aku berjalan sempoyongan ke ruang keluarga dan jatuh di lantai.

Ibu menemukanku aku terbaring di lantai disana keesokan harinya. “Apa yang kamu lakukan pagi-pagi begini?”tanyanya sambil menguncang bahuku. Aku mengumamkan jawaban sekenanya, sesuatu yang dapat diterima ibuku. Aku ingat waktu itu aku mersa ibuku datang, layaknya seorang penjaga pantai untuk menyelamatkanku dan kini aku selamat. Namun kelegaanku hanya berlangsung sebentar. Suara-suara itu masih ada dengan volume lebih rendah dan berceloteh dalam irama kanak-kanak seperti yang biasa dilagukan anak kecil untuk mengejek satu sama lain. Suit-suit tralalalala-traliliilili, kami masih disini, kamu pikir kamu bisa mengenyahkan kami, tidak semudah itu!
Berdiri diatasku dalam ruangan yang masih gelap itu, ibuku berkata “ apa yang kamu lakukan dibawah sini dengan memakai piama begitu? Apa kamu sudah sikat gigi? Jangan sampai ayahmu melihatmu seperti ini” ada dua jalur suara yang mendatangiku sekaligus, aku merasa di bombardir oleh keributan dan ketakutan ketika menyadari keanehan kejadian ini. Bersikaplah normal kataku pada diri sendiri.

Aku mandi dan berpakaian cepat-cepat, lihat betapa jeleknya kamu, lihatlah bintil-bintil hitam di wajahmu itu. Suara-suara itu mengejek saat aku berkaca di depan cermin kamar mandi, wajah telah kukenal baik menatap balik ke arahku; rambut hitam bergelombang, mata yang mungkin tampak hitam agak kecoklatan; wajah panjang yang mungkin dianggap tampan oleh orang lain, seperti kebanyakan remaja, aku terlalu kritis terhadap penampilanku sendiri. Namun suara-suara itu lebih kejam lagi ; kamu jelek, jerit mereka, kamu kok tahan memandang dirimu sendiri ? aku turun untuk sarapan dan memaksa diri untuk makan. Orangtuaku segera berangkat kerja dan seperti yang dilakukan setiap pagi, nenek menonton acara TV dan aku berangkat ke sekolah.
Ketika aku mau berangkat ke sekolah suara-suara itu datang lagi “ayo bunuh dirimu sekarang juga, percuma sekolah, toh nanti kamu tidak berguna, aku berlari keluar pintu. Suara-suara meneriakiku, lari-lari pengecut kamu. Aku berbelok ke kanan dan berlari melewati sekolah tetapi tidak masuk ke sana sebaliknya aku menuju lapangan disamping sekolah, aku bersembunyi dibelakang pohon dekat lapangan dan berharap suara-suara itu tidak menemukanku, namun suara-suara itu dapat juga menemukanku dan melanjutkan ejekan mereka. Kamu tidak berharga …orang tuamu tidak menginginkanmu disana lagi…kamu bisa meninggalkan rumah…tinggalkan rumah…lebih baik lagi, bunuh dirimu…ya, itu dia ,itulah jawabanya …mati. Pohon-pohon yang tinggi itu membentuk tanda raksasa. Suara-suara siapakah ini? Mengapa mereka mengucapkan hal-hal yang begitu mengerikan tentang aku.

Aku tidak tahu berapa lama aku berkeliaran dilapangan hari ini tetapi aku masih ingat bahwa saat aku pulang nenek benar-benar gelisah, dia menatapku, mengusap keningku dan berkata badanmu panas nak, demam itu mencapai 39 derajat celcius cukup untuk membuat ibuku tidak masuk kerja keesokan harinya. Suatu kejadian langkah karena gajinya akan dipotong. Dalam beberapa hari demamku turun dan aku kembali masuk sekolah tetapi suara-suara itu tetap menggangguku dan aku mulai berjuang untuk berjalan selangkah demi selangkah untuk melalui hari demi hari.

Beberapa hari kemudian aku duduk dengan ayahku kami mencoba untuk mengobrol, ayah bertanya padaku “apa yang mereka ajarkan padamu di sekolah nak?”
ketika aku mau menjawab, suara-suara itu menyela dan membisikan ditelingaku. Jangan dengarkan ayahmu dia payah. “Kenapa kamu diam nak?” jangan jawab pertanyaanya. “kamu kenapa, apa kamu sudah tidak mau bicara sama ayah?” punggungi saja dia…berbaliklah sekarang. Suara-suara itu seolah tak ada henti-hentinya mempengaruhiku dan akhirnya aku tenggelam dalam suara-suara yang mengganggu ini dan tidak dapat menjawab pertanyaan ayahku. Aku tidak berdaya menarik diriku ke tempat yang aman menanggapi cecaran pertanyaan, aku hanya bergumam “apa?” dan “aku tidak tahu” .ayah tahu aku bukan anak yang bodoh, jadi dia memutuskan bahwa sikapku itu memang sengaja. Apa yang terjadi selanjutnya semakin menegaskan keyakinanya itu. Suara-suara itu menjadi semakin keras dan kuat dan nampaknya semakin banyak jumlahnya seakan-akan mereka sedang menulis dan menyutradarai kisah hidupku. Menyuruhku melakukan apa yang boleh kulakukan dan hanya menyisakkan sedikit ruang untuk improvisasi, malam itu suara-suara tersebut menang telak, ketika ayah bertanya, bagaimana pelajaranmu disekolah temanmu juga bagaimana? Aku melakukan apa yang diperintahkan suara-suara itu;aku meletakkan kedua tangan menutupi telingaku dan berbalik memunggungi dia. Ayah marah besar “pergilah tidur tanpa makan malam” dia berkata tegas sambil berjalan dengan angkuh keluar dari ruang keluarga, itu adalah hukuman yang jarang dijatuhkan olehnya. Anak tak tahu terima kasih, sekarang lihat apa yang telah kamu lakukan,kata suara-suaraku. Kamu telah mengecewakan ayahmu sekali lagi, orangtuamu layak mendapatkan anak yang lebih baik daripada kamu.

Tidak lama lagi mereka akan mendapatkanya,beberapa waktu setelah suara-suara itu pertama kali mendatangiku. Ibu dan ayah memberitahuku bahwa mereka sedang menantikan kelahiran seorang bayi, mendapatkan anak kedua,bahkan telah beberapa kali menceritakan kehamilan ibu tetapi ternyata tidak jadi tetapi kali ini benar-benar nyata. Aku tidak ikut gembira bersama mereka setelah menjadi anak tunggal selama lima belas tahun, aku tidak terlalu semangat untuk menyambut datangnya saingan yang akan merebut perhatian dan kasih sayang mereka. Jika terpaksa punya saudara aku berdoa semoga dia seorang perempuan. Namun suara-suara itu lebih tahu mereka telah memutuskan bayi itu laki-laki, dalam beberapa kesempatan yang menakutkan mereka membuat seakan anak-anak itu berbicara padaku ; aku akan datang, aku akan lahir, calon adikku berbisik dengan bengis dari dalam perut yang membesar. Kamu harus pergi tidak lama kemudian suara-suara lain akan bergabung menjadi koor yang memekakkan telinga dan mendektekan cara-cara yang harus kupilih untuk pergi; bawa radio kedalam bak mandi dan setrumlah dirimu sendirimu…larilah ke jalan raya tabarakan dirimu dengan bus…tuangkan bensin pada tubuhmu dan bakar dirimu…gantung dirimu di kamar. Mereka akan memberikan intruksi-intruksi terperinci tentang cara melakukan bunuh diri itu dan aku hanya mendengarkan terpaku oleh suara dan pemandangan yang mereka suguhkan – sebab sekarang aku juga didatangi bayangan –bayangan aneh ;bentuk-bentuk tidsak jelas yang bergerak didepan mata pikiranku.
Terkadang bayangan-bayangan itu muncul dengan lebih jelas tetapi hanya selama beberapa detik seperti penutup kamera yang sedang membuka dan menutup dengan begitu cepat sehingga aku tidak bisa mengenali apa yang diperlihatkan padaku. Bayangan-bayangan visual ini datang dan pergi, tetapi suara-suara selalu menemaniku –kadang-kadang meraung ditelingaku,kadang-kadang berceloteh di latar belakang ,semakin lama aku semakin cenderung mematuhi perintah-perintah mereka.

Adikku kini telah lahir kenyataanya bahwa suara-suara itu dengan tepat menetukan jenis kelaminya, memberi keredibilitas semakin besar ;dia sudah disini sekarang kata mereka sambil ketawa mengila adikmu anak yang baik ..dialah yang mereka inginkan ….tunggu dan lihatlah adikmu akan menjadi pemain sepakbola profesional …ayahmu akan lebih sayang padanya…sudah waktunya kamu pergi…jangan menunda nunda lagi.

Hanya dua hal membaca dan menulis yang dapat memelankan suara-suara itu , saat aku membaca aku memasuki dunia David Copperfield,atau kuya-kuya ; aku ikut jatuh terhipnotis oleh buku yang aku baca, suara-suara itu menjadi semakin lembut tapi suara-suara itu masih menungguiku hingga selesai membaca.
Setelah lulus SMP aku memisahkan diri dari hampir semua teman-temanku ;kamu lihat kan bahkan temanmu tidak menyukaimu lagi suara-suara itu berkata kamu lihat bagaimana mereka memandangmu ?aneh…lihatlah sahabat-sahabatmu mereka tidak mau pergi denganmu sekarang.

Semakin lama aku semakin banyak tinggal dirumah,takut naik sepeda di jalan siapa tahu bahaya apa yang mengintai di balik pintu rumahku? Namun aku berusaha untuk menutup-nutupi hal yang sedang terjadi padaku atau demikianlah menurut pikiranku, kini kadang-kadang aku dapat berfungsi dalam dua dunia sekaligus yaitu dunia nyata (bangun, pergi ke sekolah ,membantu merawat adikku) dan dunia halusinasiku, tetapi aku seperti berjalan di atas kawat tipis. Nenek sering mendengar tanpa sengaja ketika aku menjawab dengan keras tuntutan suara-suara itu dan mengira aku sedang berbicara dengan seorang teman di telepon, hari demi hari aku menggapai-gapai ditengah samudra suara yang begitu menguasaiku sehingga kadang-kadang aku mendapati diriku menyerah pada tuntutan mereka. Apa saja …asal mereka membiarkanku bebas sebentar saja, aku seperti menjadi taman di pesta riuh, mencari sudut sepi mencoba dengan sia-sia untuk mendapakan sedikit kedamaian.

“Oke, aku akan membakar diri….aku akan gantung diri, ya ya aku akau akan bunuh diri” saat itu bulan juni setelah aku mendengar ibuku menjerit dan ayahku menguncang-guncang tubuhku, barulah aku sadar bahwa aku telah memuntahkan kata-kata itu diruang keluarga di depan seluruh keluargaku. Suara-suara itu memberitahuku apa yang harus kulakukan sesudah itu; jangan sembunyi –sembunyi lagi.keluargamu tahu semuanya sekarang kata mereka kamu harus lari dari sini…larilah ke kamar dan kuncilah lah…lari,lari,lari,gantunglah dirimu,kamu harus mati. Aku pun lari masuk ke kamar kemudian aku kunci kamarku, aku tidak menghiraukan teriakkan dan gedoran pintu ayah dan ibuku, aku merasa pikiranku penuh dengan suara-suara itu.Suara-suara itu semakin kuat ,bahkan memberikan intruksi-intruksi yang jelas ;ambil tali perintah mereka ikat simpulnya dengan simpul mati dan pastikan bahwa ikatan itu sangat kuat, suara-suara itu berkata. Dengan pengarahan dari suara-suara aku juga telah mengambil kursi yang bisa aku gunakan untuk gantung diri . setelah semua persiapan telah selesai, suara-suara itu tampak puas; bagus, sarana bunuh dirimu sudah lengkap kata mereka.

Malam itu akau melakukan percobaan untuk mengakhiri hidupku ,aku berdiri diatas kursi lalu mengikat tali itu keleherku ,akupun berhasil menedang kursi itu dan aku merasa leherku tercekik aku hampir tidak bisa bernafas, tiba-tiba aku terjatuh,ternyata talinya putus kepalaku pusing, suara-suara itu datang dan mengejekku habis-habisan ; tugas sederhana begini saja tidak mampu kamu kerjakan, kata mereka kamu tidak cukup jantan mereka menyebutku banci dan waria kepalaku tambah terasa pusing seketika itu aku melihat pintu kamarku dibuka dengan paksa oleh dua sosok yang aku kenal yaitu ayah dan ibuku, sosok itu berjalan mendekatiku namun lama-lama sosok itu menghilang, aku pingsan.

Keesokan harinya aku bangun, ayah dan ibuku memandangiku dengan kwatir dan bingung. Di samping kiriku ada seorang dokter, dokter itu bertanya kepada orangtuaku apakah dia bisa berbicara denganku berdua saja. Aku tidak ingat apa yang dikatakan atau dilakukan dokter itu. Sebelum dokter itu pulang, dia mengobrol dengan ayah dan ibuku, aku mendengar pembicaraan mereka, yah mereka membicarakanku ,mereka mengatakan bahwa aku menderita penyakit mental yang serius.

Setelah dokter itu pulang aku berjalan mendatangi ayahku dan bertanya ,yah aku sakit apa kata dokter?aku pura-pura tidak tahu,aku hanya ingin tahu reaksi ayahku. Ayah menyangga kepalanya dengan tangan kiri dan sesekali mengelus kepalaku, air matanya tidak terasa jatuh di tanganku, kemudian aku dengar dia berbicara padaku “nak tidurlah,karena besok pagi-pagi ayah akan antar kamu ke rumah sakit untuk terapi”akupun memandangi ayahku lekat-lekat , kemudian aku pergi ke kamarku.

Aku tidur gelisah malam itu, aku tahu ayah,ibu dan dokter sudah menganggapku GILA dan besok pagi mereka membawaku ke rumah sakit jiwa.hatiku terasa sakit sekali,aku tidak kuat lagi akhirnya air mataku jatuh,aku menangis tersedu-sedu,jiwakku remuk, dalam hati aku berkata ;sungguh aku tidak gila,itu semua gara-gara suara-suara itu! Entah dari mana asalnya suara-suara itu kembali datang dan membesarkan volumenya ;kamu adalah kesalahan mereka mengejekku ibu dan ayahmu ingin kamu lenyap dari kehidupan mereka, nenekmu juga tidak menginginkanmu di dekatnya. Suara-suara itu tidak kenal belas kasihan. Orang tuamu itu tahu kamu tidak berguna …jangan berharap apapun,baik itu dokter untuk menyelamatkanmu …merekapun tahu kamu tidak berguna …tolonglah ayah dan ibum, serta semua orang ,matilah sekarang,daripada kamu besok dibawah kerumah sakit jiwa.akhiri hidupmu pecundang.dilacimu ada gunting cepatlah ambil dan tusuk-tusuklah di jantungmu sekarang juga. Kata mereka dengan volume sangat keras ,lambat laun aku mulai mempercayai pesan suara-suara itu;bahwa setiap orang menginginkan aku pergi dan mati. akupun menuruti kemauan suara-suara itu aku lalu mengambil gunting dari laci, suara-suara itu teriak ditelingaku ;ayo nunggu apa lagi cepat tusuk dirimu…tusuk jantungmu dengan gunting itu,buat apa kamu hidup,kamu tidak berguna lebik baik kalau kamu mati saja…orang-orang akan bahagia bila kamu mati
Tiba-tiba, aku tidak tahu mengapa suara-suara itu semakin lama semakin mengecil kemudian terdengar suara tawa kemenangan, lalu suara tawa itu juga semakin lama semakin menghilang. Ketika suara itu tidak terdengar lagi, jantungku terasa sakit sekali, aku merasa tidak bisa bernafas lagi dan kulihat tanganku penuh dengan darah, aku sungguh tidak kuat lagi, rasanya sakit sekali, dunia tiba-tiba terasa gelap, aku tidak bisa bernafas lagi…